FOOL OF LOVE
Oleh:
Andhika Puspita Siwi
Matahari yang kian meninggi di atap gedung sekolah sudah tak
bersahabat lagi. Langkah kakiku terhenti di depan Ruang Tata Usaha. Aku
rogohkan Handphone yang bergetar di
saku rok miniku. Dengan gegas ku buka pesan masuk, ternyata hanyalah pesan
kosong dengan sim card tak bernama, aku tekan tombol merah pojok dan kembali
memasukkannya dalam saku. Hitungan dua langkah handphoneku kembali bergetar. Sebuah pesan dari nomor yang sama,
“Hai… aku penggemarmu”
Hah, secret admirer…? Paling-paling
juga temen yang ngerjain.. batinku sok tahu sembari
terburu-buru jalan menuju koridor pintu luar, dan memasukkan HP ke dalam tas.
Sore yang sedu, saat
mengantuk ria seperti ini, aku harus menyelesaikan semua tugas rumah, selesai
itu masih menyelesaikan tugas sekolah yang telah menumpuk di catatan merah. PR
Kimia, Fisika, dan Bahasa Indonesia haruslah selesai sekarang juga. Jam di
dinding terus berhitung hingga menuju angka 12.00. Tak terasa mata ini sudah mulai
letih tuk menahan rumus-rumus, hingga aku terlelap di atas meja belajar, dan
kembali sadar saat adzan subuh diperdengarkan.
Angin di sekitar perbukkitan menyelimuti tubuhku yang kurus. Sekitar
pukul 06.05 dengan Revo-ku ini aku
digiring ke Sekolah. Sederet kegiatan yang memadati seluruh waktu kehidupanku,
membuat aku lelah dan pingsan saat pelajaran Olahraga berlangsung. Untunglah
aku sadarkan diri setelah 1,5 jam kemudian. Badanku sentak tak berdaya selama
di UKS. Sehingga harus pulang ke rumah untuk beristirahat dengan nyaman.
Bukan karena aku pulang awal kemarin, menjadikan alasan agar hari
ini masih harus tinggal di rumah. Sesuai dengan sifatku yang disiplin, aku
nggak pernah mbolos sekolah. Sekolah masih begitu sepi, angin-angin mendayung
pelan dedaunan kering di lapangan basket. Aku baru saja ingat, sudah berapa
lama tak membuka handphone. Dengan
semangat ku ambil HP itu dimana kali terakhir aku menaruhnya di dalam saku tas.
Beberapa pesan menumpuk di kotak masuk. Nomor yang sama satu hari silam, kali
ini dia sudah benar-benar gila, dia berkata bahwa ia menyukaiku.
“Aku penggemarmu. Aku Alex, kelas 11 ips 4. aku suka sama km. km
gmn?”
Aku hanya tersenyum ketika membaca pesannya sekilas. Anak ini amat
lugu. Aku baca pesan selanjutnya yang menanti. Masih tetap pada nomor yang
sama:
“oh maaf za, aku bener2 minta map… aku gak tau klo km sudah pya
cowok… yang tdi lupain aja”
Haha sangat lugu…
Akupun menjawabnya:
“siapa bilang aku pnya cowk? Aku masih single kok…”
Dalam hitungan detik aku mendapatkan responnya kembali,
“yang bener?”
“iya!”
“jadi, gmn? Km mau jadi cewekku nggak?”
“emm… ak kan
blum knal km… kita pedekate dulu aja kali ya…?”
“yang bener???!!!! Yessssyesyessss!!!!! Makasih ya!!! Jadi aku boleh
dong ganti namamu sekarang juga di HPku…”
“hah? Maksdnya?”
Satu perempat jam kemudian aku tak mendapatkan respon apapun. Jam
pertama aku ada di lantai dua. Mata yang telanjang ini berkeliaran di sekitar,
entah apa yang di cari. Tiba-tiba saja mata ini tak sengaja melihat sebuah badge nama yang bertuliskan “ALEX”. Dia
terlihat begitu sibuk dengan buku-buku yang digendong tangan kirinya.
“dia nggak tahu aku Fan!” teriaknya ke Fanny.
Aku masih dengan memegang HP, namun tak ada berita apapun di layar,
hingga seminggu lamanya tak mendapatkan sebuah laporan dari anak itu. Aku
kembali ke layar HP dan membuka pesan:
“km dpt no.ku dri Fanny ya…?” kemudian ku kirim ke Alex.
Tidak ada respon sama sekali, hingga akhirnya aku bertekad untuk
mencari informasi sendiri secara diam-diam. Namun rencana itu gagal, aku tak
mendapatkan informasi apapun.
Malam sunyi HP ku berdering nyaring . sebuah pesan dari Alex, pesan
yang ku tunggu kian lama, akhirnya datang jua.
“malem… J”
“iya,mm… km itu Alex syp y?”’’
“ak Alex, Alex Zacky.. km gk tau za?”’
Aku kembali mengingat nama itu yang pernah melewati hariku beberapa
bulan silam. Oh My God, cowok itu
adalah orang yang menolongku. Alex Zacky, anak paskibra yang meminjamiku topi upacara.
Jadi pagi itu adalah hari pertama upacara, setelah beberapa hari sebelumnya
mengikuti kegiatan Ulangan Tengah Semester. Ketika itu aku masih duduk di
bangku kelas 10. Sialnya tas yang aku bopong tak menyimpan topi upacara, tapi
untung ada cowok dengan baik hati meminjamkan topi upacaranya untukku,
“aku punya dua… tapi, yang satu lecek” ucapnya dengan suara polos.
Aku mengambil topi itu dengan sedikit jijik,
“oh terimakasih… makasih banget… aku pinjem dulu ya, nanti aku
kembalikan…”
Begitulah kejadianku sekilas yang masih tersimpan di dalam memori.
Tetapi aku masih bingung dengan anak lugu itu, kami dari kelas 10
beda kelas. Sekarang dia kelas ips dan aku kelas ipa, dan untuk ketemupun bisa
dikatakan tidak pernah. Tapi, mengapa cowok tersebut dapat menyukaiku.
“km dpt no ku dr syp?”
“aku dpt no mu dari Fanny. Waktu itu aku minta nomer kamu, wktu ak
lihat km di depan ruang Tata Usaha. Aku blg ke Fanny klo aku suka ma km, aku
blg juga ma dy klo km cantik n manis…”
Dari situlah perlahan-lahan aku mengambil informasi. Bulan ini adalah
bulan ulangtahunku yang ke 16 tahun, berharap ada seseorang yang memberiku
kejutan tanggal 28 nanti.
Esok ini tepat tanggal 28, dimana setelah kian lama aku menanti.
Namun sepertinya suasana terlihat garang, segarang matahari waktu itu. Aku
diinterogasi oleh ke-enam sahabatku mengenai sikapku yang semakin lama semakin
berubah. Namun semua itu hanyalah kejutan belaka yang membuatku terharu dan
menangis. Mereka menertawaiku.
“yes!!! Kita berhasil! Kita bisa buat Tiwi nangis juga akhirnya”
kata salah satu di antaranya.
“terimakasih kalian telah telah membuatku menangis terharu, tahukah
kalian… walaupun kalian teman, sahabat namun kalianlah orang pertama yang
memberiku kejutan… orang pertama yang paling awal tahu kalender birthdayku… daripada mamah dan papah…”
jawabku sembari menangis. Mataku berkaca-kaca, hidungku memerah. Mereka
memelukku.
“maksudmu apa?” tanya Yuli, sang leader sahabatku.
“orangtuaku… nggak tahu kalau hari ini aku ulang tahun…”
Mereka semua menangis mendengar perkataanku. Yuli dan teman-teman yang
lain menenangkanku. Aku melihat Alex di depan mataku, berharap aku mendapatkan
ucapan selamat ulang tahun darinya. Namun semua itu tak sejalan dengan anganku.
Selama seminggu itu dia tak mengucapkannya sama sekali. Walaupun nama Alex
dalam layar pesan membuat ku terkejut, sekejap membuat kecewa kembali setelah
aku mengetahui ternyata isi pesan itu hanyalah menanyakan apa yang sedang aku
lakukan saat itu. Sungguh pertanyaan bodoh yang aku terima. Bahkan dia tak
mengetahuiku menangis.
Siang itu aku sebagai anggota OSIS menerima pengumuman bahwa sekolah
akan diadakan lomba pemilihan ketua OSIS dengan sistem seperti pemilihan
Presiden, Gubernur, atau Walikota, dan tentunya dengan persyaratan tertentu.
Aku hanya mengelaknya, dan kembali fokus pada pelajaran saat itu. Listrik di
sekitar sekolah mati, otomatis AC di dalam ruangan juga mati. Aku keluar dan
duduk di bangku teras kelas, sembari banyak mengobrol dengan teman.
“Tiwi! Kamu sms-an sama Alex ya.. Alex kemarin tanya tentang kamu ke
aku lho… kalau nggak percaya tanya Dita tuh…” cerita Eva dengan suara menggoda
dilanjutkan dengan godaan teman-teman yang lain. Angin di luar tak sesejuk
tadi, ketika dia membelokkan pembicaran yang asyik. Aku kembali masuk ke kelas
dan siap berkemas pulang.
Esok ini aku berangkat agak telat, karena makanan di dalam perut
menumpuk, jadi aku harus membuangnya terlebih dahulu. Sekolah begitu ramai, tak
seperti biasanya. Semua mata melirik ke arahku, membuatku berpikir keras bahwa
apa yang sedang mereka perbincangkan mengenaiku.
“Aleeeeeex………” begitulah goda Edison,
yang membuatku mengerti apa yang sedang mereka pikirkan dan perbincangkan.
Sepertinya gosip telah menyebar. Suara nyanyian burung hantu tentang nama Alex
mengiringi langkah kakiku.
Satu bulan berlalu aku belum juga menjawab pertanyaan itu, Alexpun
dengan masih setia menunggu jawaban tersebut. Sebenarnya ada dua hal yang
membuat aku molor, yang pertama 50% dalam pandanganku dia itu lugu dan bodoh
tentang cinta, dan 50% hambatanku untuk menolaknya karena motivasi positif dari
teman-teman yang banyak bercerita bahwa dia itu selebih-lebihnya.
Semenjak nyanyian burung hantu, dan semenjak Alex mencalonkan diri
sebagai ketua OSIS, gosip itu semakin menyebar dan hangat. Apalagi dengan adanya pemilihan ketua
OSIS dimana banyak burung-burung kutilang yang bertanya-tanya kepada siapa akan
ku contreng calon yang bakal jadi ketua OSIS.
Aku mencontreng foto Alex siang itu juga dengan syah. Satu hari
berlalu, esoknya adalah pengumuman. Pengumuman mengatakan bahwa Alex gagal
menjadi ketua OSIS yang baru, karena jumlah perolehan suara di bawah nomor
satu. Hari itu juga teman-teman sekolah memberi tema pada gosip mereka dengan
nama “ketua OSIS gagal, Tiwi pun jadi”. Gosip yang konyol. Kali ini aku
memberanikan diri untuk bertanya dan mengklarifikasikan tentang gosip yang
telah beredar akhir-akhir ini. Ternyata dia juga tidak tahu mengenai itu, dia
hanya menanyakan bagaimanakah aku kalau di kelas kepada Eva dan Dita. Namun,
aku memperoleh informasi tak hanya mereka berdua, tetapi masih banyak lagi. Ia
membiarkan gosip itu menyebar apa adanya menjadi kenyataan. Aku kembali
bertanya pada manusia bodoh itu, kenapa dia tak memberiku ucapan selamat ulang
tahun, ketika ulangtahunku tiba. Anak bodoh itu menjelaskan bahwa ia
benar-benar tidak tahu. Dia segera memberikan ucapan-ucapan manis sebagai
ucapan selamat ulang tahun, yang sesungguhnya membuatku ennek.
Seminggu berlalu gosip itu masih saja menyelimuti SMA Bintang 10
Semarang. Kali ini bukan siswa saja, tapi Guru. Banyak Guru yang melaporkan
diri kepadaku bahwa mereka telah membuat Alex malu mengenai gosip di antara
kami. Gosip ini benar-benar membuatku seperti menjadi artis sekejap, banyak warga
sekolah yang membincangkan tentang aku. Namun banyak di antara mereka yang
memberikanku masukan positif mengenai Alex. Aku kembali hadir pada pesan masuk
Alex untuk memberikan bela sungkawa karena dengan tidak diterimanya dia sebagai
ketua OSIS yang baru. Dengan sikap dewasa, namun dengan sedikit bodoh dia
menjawab:
“iya, gpp lagian aku aslinya dipaksa sama guru bhs. Jawa uog”
Akupun menyelipkan lelucon,
“habis…… tim suksesnya bukan aku sih! Coba aja klo aku, pasti menang!
Hehe” godaku.
Istirahat pertama aku menuju kantin kejujuran. “mbak… ini dari kami
ada acara nyatakan cintamu melalui gery salut…” tawar mbak-mbak sales di depan
kantin, namun aku mengelaknya dan terus masuk ke kantin untuk segera
mendapatkan minuman.
Satu minggu telah terlewat namun gosip antara aku dan Alex tak
henti-hentinya mendengung di gendang telinga. Dari kelas 10, 11, 12 bahkan
Guru-guru pun memperbincangkan kami.
Hari itu sangat melelahkan, aku pulang sore. Sesampai di rumah aku
langsung meletakkan badanku di atas ranjang yang empuk untuk tidur selama 2
jam. Bangun tidur, aku langsung mengisi baterai HPku yang habis. Satu pesan
dari Alex.
“dengerin radio CafeKiss FM ya…”
“mav baru bls, ru bgun tidur. Emang ada apa di radio?”
“ada gery salut yang nyatakan cinta. Tapi nggak jadi, soalnya nggak
dibacain, map ya bebh..” begitulah ia memanggilku akhir-akhir ini.
“emang buat siapa?”
“buat km.. hehe. Tapi nggak dibacain uog, padahal bagus lho…”
“hm… iya, makasih. Km romantis bgt yaJ lagian kenapa kamu kasih ke gery salut? Bukankah seharusnya aku?
Coba kalau kamu kasih ke aku, km dpt apa hayo… wkwk:P” godaku.
“ya… kan
skenarionya kmu nti aku kasih tau tuk dgerin CafeKiss FM, trus km dengerin,
gitu…”
“emang isinya apa sih? #penasaranih”
“ya nanti aja ya… biar km tambah penasaran… hihi”
Aku menitikkan air mata betapa sangat tololnya aku mengatakan orang
yang tulus mencintaiku sebagai cowok tulalit dan bodoh tentang cinta.
Seharusnya aku mendapatkan kalimat itu untuk diriku sendiri. Aku tak sejauh itu
mempunyai pikiran untuk mengambil selebaran gery salut dan menuangkan kata-kata
indah di dalamnya untuk Alex. Sedangkan ia melakukannya untukku, ia bahkan membuat
kejutan untukku melalui radio. Aku kembali diingatkan oleh Film India yang
berjudul “Koi Mil Gaya” yang menceritakan tentang seorang gadis cantik normal
mencintai pria idiot, dimana aku mendapat pelajaran bahwa mencintai cinta apa
adanya dengan ketulusan, maka kita akan mendapatkan kesempurnaan, masih sama
seperti sebuah ending dari film Koi Mil Gaya.
Aku berencana
akan menerima cintanya, jika ia mengajakiku nge-date, membicarakannya secara dewasa, dan face to face, dan aku pilih
50% motivasi positif dari beberapa teman. Namun sebuah penantian dari
persyaratan tersebutlah, membuat ia menunggu lama apa itu jawabanku, dan
menyebabkanku molor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar